Facebook. Situs jejaring sosial terpopuler di dunia itu diramalkan akan bernasib sama dengan Friendster dan MySpace. Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan Princeton University di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa dalam waktu tiga tahun ke depan, media sosial paling fenomenal di dunia itu akan ditinggalkan sebagian besar pengguna.
Selama hampir 10 tahun, sejak 4 Februari 2004, Facebook merintis sebagai media sosial pertama yang bisa menjangkau satu miliar pengguna aktif di dunia. FB, begitu sebutannya, menyebar ke seluruh dunia bak virus penyakit.
Namun, Facebook telah turun dari masa emasnya. Puncaknya di tahun 2012. Menurut data Google Trends, pada tahun itu jumlah penggunanya mencapai lebih dari 1,2 miliar. Tapi semenjak itu, Facebook secara perlahan-lahan seperti kehilangan arah. Dianggap kurang menarik, FB ditinggal pengguna muda dan remaja yang beralih ke Tumblr, Snapchat, dan jejaring sosial baru yang lain.
Tak pelak, di tahun 2017 nanti, Facebook diramalkan akan "kiamat," ditinggal sekitar 80 persen pengguna, atau kurang lebih 800 juta pengguna aktif di dunia. Lebih dari tiga kali lipat populasi penduduk Indonesia hari ini.
"Seperti virus, Facebook menyebar ke tubuh manusia sebelum akhirnya sekarat dan kemudian mati," kata John Cannarella dan Joshua Spechler dalam keterangannya di makalah berjudul 'Epidemiological modelling of online social network dynamics' (Pemodelan Epidemiologi Dinamika Jejaring Sosial Online).
Memang jika dibandingkan Friendster, MySpace, atau Bebo, nafas Facebook jauh lebih panjang. Sejak mengglobal di tahun 2005, FB semakin digdaya, menggeser sederet nama jejaring sosial raksasa, melejit menjadi nomor satu di dunia pada tahun 2008.
Para peneliti itu memprediksi, keruntuhan singgasana Facebook akan mirip dengan Myspace. Situs yang dibangun pada tahun 2003 lalu itu mencapai puncaknya pada tahun 2007 dengan total pengguna sebanyak 300 juta pengguna. Namun, di tahun 2011, pengguna ramai-ramai meninggalkan MySpace.
"Begitu pun Facebook. Tiga tahun setelah mencapai puncaknya, Facebook diprediksi akan ditinggal oleh jutaan penggunanya," ujar Cannarella.
1. Migrasi muda-mudi
"Facebook? Situs usang. Cuma untuk orang tua," kicau salah seorang remaja putri di akun Twitter-nya. Ini bukan omong kosong. Di AS, Facebook memang sudah dianggap situs jejaring sosial untuk orang tua yang ingin reuni dan tetap terhubung dengan teman-teman dari masa lalunya.
Setidaknya, ada lebih dari 11 juta pengguna remaja dan mahasiswa telah meninggalkan Facebook sejak tahun 2011, diklaim seorang analis baru-baru ini. Hal itu ditunjukkan oleh perusahaan konsultasi digital, iStrategy Labs, yang mengaku mendapatkan data-data platform Social Advertising milik Facebook.
Para ahli yakin, remaja dan muda-mudi meninggalkan Facebook untuk berpaling ke jejaring sosial lain, seperti Tumblr, Instagram, WhatsApp, Snapchat, dan lain-lain.
Menurut iStrategy, Facebook kehilangan sekitar 4,2 juta pengguna berusia SMA dan 6,9 juta pengguna mahasiswa sejak tahun 2011.
Akibatnya, tahun lalu, saham Facebook sempat anjlok setelah direktur finansial Facebook David Ebersman mengaku telah kehilangan minat dari para pengguna usia remaja. "Kami memang melihat adanya tren penurunan jumlah pengguna sehari-hari, khususnya dari segmen remaja," kata Ebersman.
Facebook sendiri enggan merilis angka resmi seputar jumlah penggunanya berdasarkan segmen, terlebih lagi segmen remaja dan seberapa substansial segmen tersebut untuk saat ini.
Studi lain menemukan bahwa remaja berpaling dari Facebook karena adanya kekhawatiran aktivitas mereka dipantau oleh orang tuanya. Para remaja beralih ke Twitter, Tumblr, dan layanan seperti Snapchat, WhatsApp, di mana jumlah penggunanya terus meningkat signifikan dari sebelumnya. "Tapi, kami belum ditinggalkan investor. Bulan ini, harga saham kami mencapai rekor tertinggi," tutur Ebersman.
Saat ini, valuasi perusahaan yang didirikan Mark Zuckerberg itu mencapai US$142 miliar (Rp1.728 triliun).
2. Banyak akun "bunuh diri"
Penelitian lain mengungkapkan bahwa belasan juta pengguna Facebook di Inggris dan Amerika sudah tidak pernah kembali ke situs tersebut. Penyebabnya diduga masalah privasi dan ketakutan akan kecanduan menggunakan Facebook.
Tim peneliti dari University of Vienna, Austria, mengumumkan saat ini semakin banyak orang yang mulai melakukan 'virtual identity suicide', istilah untuk bunuh diri secara virtual dengan menghapus akunnya di Facebook.
Berdasarkan analisis sampel 600 orang, tim peneliti menemukan alasan utama dari orang-orang meninggalkan Facebook adalah isu-isu perlindungan data, tekanan sosial dari teman-teman yang sudah banyak meninggalkan Facebook, dan ketidakpuasan akan fitur Facebook.
"Skor tertinggi adalah karena orang-orang lebih peduli dengan privasinya, daripada ketakutan akan kecanduan Internet," kata Stefan Stieger, Psikilog dari University of Vienna.
Dari penelitian tersebut diketahui beberapa alasan seseorang berhenti menggunakan Facebook, seperti masalah privasi (48,3 persen), ketidakpuasan umum (13,5 persen), tekanan sosial (12,6 persen), dan perasaan ketakutan kecanduan Internet (6,0 persen).
Menurut Brenda Wiederhold, Editor Jurnal Cyberpsychology, alasan orang berbondong-bondong meninggalkan Facebook adalah berdasarkan laporan WikiLeaks mengenai tindakan Badan Keamanan Nasional (NSA) AS yang memata-matai data pengguna jejaring sosial. "Sekarang semua orang semakin waspada terutama mengenai masalah privasinya di Internet," kata Wiederhold.
3. Pembenaran Facebook
Upaya mematai-matai jejaring sosial yang dilakukan NSA itu, diakui CEO Facebook, Mark Zuckerberg, merusak kepercayaan pengguna Internet.
Zuckerberg mendesak pemerintah AS untuk berterus terang di hadapan publik, data apa saja sebenarnya yang telah mereka minta ke perusahaan Internet.
"Apa yang saya bisa katakan dari data itu. Saya pikir pemerintah akan lebih transparan dan berkomunikasi tentang cara mereka meminta data, akan lebih baik jika semua orang mengetahui hal itu," kata Zuckerberg di Washington, AS, Rabu 18 September 2013 silam.
Zuckerberg juga mengaku berang akibat program rahasia itu dan respons AS justru bisa mengasingkan negara lain dan merusak inovasi secara global. Respons AS yang menyatakan, "hanya memata-matai non-Amerika" justru jadi lebih buruk lagi, membahayakan perusahaan-perusahaan Internet Amerika, termasuk Facebook.
Pada pertengahan bulan, Facebook bergabung dengan Yahoo, Google and Microsoft Corp meminta Pengadilan Pengintaian Intelijen Asing membuka data yang mereka minta ke perusahaan-perusahaan tersebut.
Akibat kecurigaan soal pengintaian ini, banyak pengguna Facebook yang berhenti menggunakan jejaring sosial itu. Hal itu tampak dari sebuah penelitian baru yang mengungkapkan bahwa kurang lebih 11 juta pengguna di AS dan Inggris sudah tidak pernah lagi mengakses jejaring sosial fenomenal itu sejak awal tahun 2013.
Di tahun 2014 ini, posisi Facebook kian tersudut. Muncul jejaring-jejaring sosial baru yang menawarkan fitur anyar. Path, Instagram, Tumblr, dan WhatsApp. Jika tidak buru-buru banting setir, melahirkan fitur-fitur inovatif, bukan tak mungkin Facebook akan terkubur. Menyusul "teman-teman" lamanya, MySpace dan Friendster.
Tidak ada komentar